Candi Tikus
Candi tikus adalah candi yang berada di sekitaran wilayah Trowulan Mojokerto Jawa Timur, candi tikus ini memiliki unsur yang kental akan sejarahnya, candi inipun memiliki banyak keunikan. Konsep arsitektur bangunan yang dihasilkannyapun sangat bagus dimana ada bangunan yang dikelilingi air di sekitarnya. Dan disekitar candi banyak tumbuh-tumbuhan yang hidup yang menambah nilai keindahan dari candi tersebut.
Ø Lokasi
objek
Jatirejo Jawa Timur, Jl. . Raya Trowulan, Temon, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur 61362
Jatirejo Jawa Timur, Jl. . Raya Trowulan, Temon, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur 61362
Ø Denah
sekitar 13 km di sebelah tenggara kota Mojokerto dari jalan raya Mojokerto-Jombang, di perempatan Trowulan, membelok ke timur, melewati Kolam Segaran dan Candi Bajangratu yang terletak di sebelah kiri jalan. Candi Tikus juga terletak di sisi kiri jalan, sekitar 600 m dari Candi Bajangratu.
sekitar 13 km di sebelah tenggara kota Mojokerto dari jalan raya Mojokerto-Jombang, di perempatan Trowulan, membelok ke timur, melewati Kolam Segaran dan Candi Bajangratu yang terletak di sebelah kiri jalan. Candi Tikus juga terletak di sisi kiri jalan, sekitar 600 m dari Candi Bajangratu.
Ø Akses
mudah dijangkau karena jaraknya sekitar 13 km ke sebelah tenggara kota Mojokerto dari jalan raya Mojokerto- Jombang.
mudah dijangkau karena jaraknya sekitar 13 km ke sebelah tenggara kota Mojokerto dari jalan raya Mojokerto- Jombang.
Ø Harga
:
Tiket masuknya Rp
3000,00 per orang
Tiket Parkir Motor Rp 2000,00 , Mobil Rp 5000,00, Bus Rp 10000,00
Tiket Parkir Motor Rp 2000,00 , Mobil Rp 5000,00, Bus Rp 10000,00
Ø Berkaitan
dengan sejarahnya
Candi
Tikus diperkirakan dibangun pada abad ke-13 atau abad ke-14. Candi ini
dihubungkan dengan keterangan Mpu Prapanca dalam kitab Nagarakretagama, bahwa
ada tempat untuk mandi raja dan upacara-upacara tertentu yang dilaksanakan di
kolam-kolamnya. Arsitektur bangunan melambangkan kesucian Gunung Mahameru
sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Menurut kepercayaan Hindu, Gunung Mahameru
merupakan tempat sumber air Tirta Amerta atau air kehidupan, yang dipercaya
mempunyai kekuatan magis dan dapat memberikan kesejahteraan, dari mitos
air yang mengalir di Candi Tikus dianggap bersumber dari Gunung Mahameru. Candi ini
disebut Candi Tikus karena sewaktu ditemukan merupakan tempat bersarangnya
tikus yang memangsa padi petani. Di tengah Candi Tikus terdapat miniatur
empat buah candi kecil yang dianggap melambangkan Gunung Mahameru tempat para
dewa bersemayam dan sumber segala kehidupan yang diwujudkan dalam bentuk air
mengalir dari pancuran-pancuran/jaladwara yang terdapat di sepanjang kaki
candi.
Air ini dianggap sebagai air suci amrta, yaitu sumber segala kehidupan. Situs candi ini digali pada tahun 1914 atas perintah Bupati MojokertoKromodjojo Adinegoro. Karena banyak dijumpai tikus pada sekitar reruntuhannya, situs ini kemudian dinamai Candi Tikus. Candi Tikus baru dipugar pada tahun 1985-1989. Dulu, ada petani dari Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Mojokerto gelisah karena serbuan tikus sawah. Hasil tani yang biasanya cukup untuk menghidupi seluruh anggota keluarga, kini nyaris tak tersisa. Tak tahan menghadapi serbuan tikus, ia memohon pada Sang Pencipta. Suatu malam, Si Petani mendapat wisik (wangsit,) agar mengambil air di kawasan Candi Tikus lalu menyiramkan air itu ke empat sudut sawah. Sebuah keajaiban terjadi. Tikus-tikus yang biasanya kerap beraksi di malam hari hilang begitu saja. Tanah sawah juga mendadak jadi subur. Si Petani tak kuasa menahan kegembiraannya dan bercerita pada warga desa. Beberapa saat kemudian, ada saudagar kaya mendengar kabar tentang khasiat air Candi Tikus. Dengan rakus, ia mencari jalan pintas untuk menambah kekayaannya. Suatu malam, ia mencuri batu candi dan meletakkannya di sudut-sudut sawah. Lagi-lagi sebuah kejaiban terjadi. Tapi kali ini, tikus-tikus malah datang dan menghabisi padi di sawah. Fenomena ini membuat warga desa sadar, bahwa mereka tak bisa berharap lebih. "Kami hanya bisa memanfaatkan air di Candi Tikus, tapi bukan batu-batu candi," kata mereka. Dan mitos ini, ternyata masih dipercaya hingga kini. Di sisi lain, ada mitos lain yang berkembang kebalikannya. Pada tahun 1914,candi ini ditemukan oleh Bupati Mojokerto, RAA Kromojoyo Adinegoro.Sebelumnya, ia mendengar keluh kesah warga Desa Temon yang kalang kabut karena serbuan hama tikus di sawah mereka. Tanpa pikir panjang, Kromojoyo memerintah aparat desa agar memobilisasi massa dan menyatakan perang pada tikus. Anehnya, saat terjadi pengejaran, tikus-tikus itu selalu lari dan masuk dalam lobang dalam sebuah gundukan besar.
Karena ingin membersihkan tikus sampai habis, Kromojoyo meminta agar gundukan itu dibongkar. Ternyata, di dalam gundukan terdapat sebuah candi. Melihat sejarah penemuannya, Kromojoyo memberi nama Candi Tikus.
Memasuki masa kemerdekaan, Candi Tikus yang mulai rusak dipugar setahap demi setahap. Puncaknya, Candi Tikus dipugar pada tahun 1984 hingga 1989. Tentu, pemugaran ini dilakukan dengan ekstra hati-hati agar tak berseberangan dengan tampilan asli. Kini, masyarakat bisa melihat Candi Tikus sebagai aset wisata sejarah yang kaya sentuhan estetika. Secara keseluruhan, candi ini lebih mirip dengan petirtaan. Bangunannya dibangun di atas tanah yang lebih rendah 3,5 meter dari tanah di sekitarnya. Untuk mendekati candi, kita harus melewati tangga masuk di sisi utara. Dari situ, kita bisa melihat candi berukuran 29,5X28,25 meter dan tinggi keseluruhan 5,2 meter ini dari dekat.
Sampai sekarang, Candi Tikus masih sering dijadikan ajang penelitian ahli purbakala dari dalam dan luar negeri. Kebanyakan, mereka ingin merangkai fakta sekaligus antitesis sebuah teori yang menyebut, semua bangunan yang berasal dari masa pengaruh agama Hindu - Budha abad 5-15 M adalah candi. Padahal, bangunan-bangunan itu tak selalu berfungsi sebagai sarana pemujaan.
Secara keseluruhan candi itu dapat dikategorikan sebagai bangunan petirtaan. Mengenai keterangan akar kronologis tentang Candi Tikus dapat dikaitkan dengan uraian dalam kitab Nagarakartagama yang ditulis oleh Prapanca (1385 M). Dalam kitab tersebut pada pupuh 27 dan 29 menyebutkan adanya tempat pemandian (petirtaan) raja yang dikunjungi Hayam Wuruk dan keterangan yang menyebutkan adanya upacara-upacara tertentu yang dirayakan di kolam-kolam.
Meskipun dalam kitab tersebut Prapanca tidak menyebutkan secara eksplisit mengenai nama Candi Tikus, namun diyakini oleh sebagian besar pengamat situs kebudayaan purbakala, salah satu tempat pemandian yang dimaksudkan dalam kitab Nagarakartagama adalah Candi Tikus, terkait dengan letak bangunan yang masih berada di kawasan Kerajaan Majapahit. Meskipun Candi Tikus sempat tenggelam dari panggung sejarah dan kembali tampil sekitar 1914, setelah diadakan penggalian terhadap tanah yang menutupinya dan adanya beberapa kerusakan fisik yang hampir menyusutkan eksotisme bangunan.
Air ini dianggap sebagai air suci amrta, yaitu sumber segala kehidupan. Situs candi ini digali pada tahun 1914 atas perintah Bupati MojokertoKromodjojo Adinegoro. Karena banyak dijumpai tikus pada sekitar reruntuhannya, situs ini kemudian dinamai Candi Tikus. Candi Tikus baru dipugar pada tahun 1985-1989. Dulu, ada petani dari Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Mojokerto gelisah karena serbuan tikus sawah. Hasil tani yang biasanya cukup untuk menghidupi seluruh anggota keluarga, kini nyaris tak tersisa. Tak tahan menghadapi serbuan tikus, ia memohon pada Sang Pencipta. Suatu malam, Si Petani mendapat wisik (wangsit,) agar mengambil air di kawasan Candi Tikus lalu menyiramkan air itu ke empat sudut sawah. Sebuah keajaiban terjadi. Tikus-tikus yang biasanya kerap beraksi di malam hari hilang begitu saja. Tanah sawah juga mendadak jadi subur. Si Petani tak kuasa menahan kegembiraannya dan bercerita pada warga desa. Beberapa saat kemudian, ada saudagar kaya mendengar kabar tentang khasiat air Candi Tikus. Dengan rakus, ia mencari jalan pintas untuk menambah kekayaannya. Suatu malam, ia mencuri batu candi dan meletakkannya di sudut-sudut sawah. Lagi-lagi sebuah kejaiban terjadi. Tapi kali ini, tikus-tikus malah datang dan menghabisi padi di sawah. Fenomena ini membuat warga desa sadar, bahwa mereka tak bisa berharap lebih. "Kami hanya bisa memanfaatkan air di Candi Tikus, tapi bukan batu-batu candi," kata mereka. Dan mitos ini, ternyata masih dipercaya hingga kini. Di sisi lain, ada mitos lain yang berkembang kebalikannya. Pada tahun 1914,candi ini ditemukan oleh Bupati Mojokerto, RAA Kromojoyo Adinegoro.Sebelumnya, ia mendengar keluh kesah warga Desa Temon yang kalang kabut karena serbuan hama tikus di sawah mereka. Tanpa pikir panjang, Kromojoyo memerintah aparat desa agar memobilisasi massa dan menyatakan perang pada tikus. Anehnya, saat terjadi pengejaran, tikus-tikus itu selalu lari dan masuk dalam lobang dalam sebuah gundukan besar.
Karena ingin membersihkan tikus sampai habis, Kromojoyo meminta agar gundukan itu dibongkar. Ternyata, di dalam gundukan terdapat sebuah candi. Melihat sejarah penemuannya, Kromojoyo memberi nama Candi Tikus.
Memasuki masa kemerdekaan, Candi Tikus yang mulai rusak dipugar setahap demi setahap. Puncaknya, Candi Tikus dipugar pada tahun 1984 hingga 1989. Tentu, pemugaran ini dilakukan dengan ekstra hati-hati agar tak berseberangan dengan tampilan asli. Kini, masyarakat bisa melihat Candi Tikus sebagai aset wisata sejarah yang kaya sentuhan estetika. Secara keseluruhan, candi ini lebih mirip dengan petirtaan. Bangunannya dibangun di atas tanah yang lebih rendah 3,5 meter dari tanah di sekitarnya. Untuk mendekati candi, kita harus melewati tangga masuk di sisi utara. Dari situ, kita bisa melihat candi berukuran 29,5X28,25 meter dan tinggi keseluruhan 5,2 meter ini dari dekat.
Sampai sekarang, Candi Tikus masih sering dijadikan ajang penelitian ahli purbakala dari dalam dan luar negeri. Kebanyakan, mereka ingin merangkai fakta sekaligus antitesis sebuah teori yang menyebut, semua bangunan yang berasal dari masa pengaruh agama Hindu - Budha abad 5-15 M adalah candi. Padahal, bangunan-bangunan itu tak selalu berfungsi sebagai sarana pemujaan.
Secara keseluruhan candi itu dapat dikategorikan sebagai bangunan petirtaan. Mengenai keterangan akar kronologis tentang Candi Tikus dapat dikaitkan dengan uraian dalam kitab Nagarakartagama yang ditulis oleh Prapanca (1385 M). Dalam kitab tersebut pada pupuh 27 dan 29 menyebutkan adanya tempat pemandian (petirtaan) raja yang dikunjungi Hayam Wuruk dan keterangan yang menyebutkan adanya upacara-upacara tertentu yang dirayakan di kolam-kolam.
Meskipun dalam kitab tersebut Prapanca tidak menyebutkan secara eksplisit mengenai nama Candi Tikus, namun diyakini oleh sebagian besar pengamat situs kebudayaan purbakala, salah satu tempat pemandian yang dimaksudkan dalam kitab Nagarakartagama adalah Candi Tikus, terkait dengan letak bangunan yang masih berada di kawasan Kerajaan Majapahit. Meskipun Candi Tikus sempat tenggelam dari panggung sejarah dan kembali tampil sekitar 1914, setelah diadakan penggalian terhadap tanah yang menutupinya dan adanya beberapa kerusakan fisik yang hampir menyusutkan eksotisme bangunan.
Ø Keunikannya
Candi Tikus merupakan salah satu
bangunan yang mempunyai nilai eksotisme tersendiri. Selain memiliki arsitektur
yang cukup unik dengan ornamen pada bangunan induk yang dihiasi pancuran air
berbentuk makara dan padma, candi tersebut juga memiliki dua kolam dan
saluran-saluran air yang mengandung struktur petirtaan. Adanya pancuran
air di Candi Tikus (jaladwara) yang berbentuk makara dan padma, makara
merupakan perubahan bentuk tunas-tunas yang keluar dari bonggol teratai, sedangkan
padma merupakan teratai itu sendiri.
Karena Candi Tikus memiliki pancuran dan saluran air yang konon berperan besar sebagai pengatur debit air di Majapahit. Di luar itu, Candi Tikus juga memiliki daya tarik yang tak bisa lepas dari rangkaian situs Majapahit yang tersebar di Trowulan. Di sisi lain, menara-menara (bangunan miniatur yang mengelilingi bangunan induk) merupakan bagian terpenting dari gubahan arsitektur abad ke XIII-XIV. Secara tidak langsung bangunan candi itu dapat diyakini didirikan pada abad ke XIII-XIV, premis ini semakin memperuncing kebenaran bahwa yang dimaksud dalam kitab Nagarakartagama mengenai petirtaan yang dikunjungi oleh Hayam Wuruk dan kolam-kolam yang dijadikan sebagai tempat untuk mengadakan prosesi upacara-upacara tertentu, salah satunya adalah Candi Tikus.
Karena Candi Tikus memiliki pancuran dan saluran air yang konon berperan besar sebagai pengatur debit air di Majapahit. Di luar itu, Candi Tikus juga memiliki daya tarik yang tak bisa lepas dari rangkaian situs Majapahit yang tersebar di Trowulan. Di sisi lain, menara-menara (bangunan miniatur yang mengelilingi bangunan induk) merupakan bagian terpenting dari gubahan arsitektur abad ke XIII-XIV. Secara tidak langsung bangunan candi itu dapat diyakini didirikan pada abad ke XIII-XIV, premis ini semakin memperuncing kebenaran bahwa yang dimaksud dalam kitab Nagarakartagama mengenai petirtaan yang dikunjungi oleh Hayam Wuruk dan kolam-kolam yang dijadikan sebagai tempat untuk mengadakan prosesi upacara-upacara tertentu, salah satunya adalah Candi Tikus.
Ø Catatan
kritis/ opini
Objek wisata candi
tikus ini sangat rekomendasi banget untuk siswa, mahasiswa, maupun peneliti
sejarah yang ingin berwisata maupun penelitian sejarah karena candi ini
mempunyai sejarah dan mitos yaitu candi Tikus sewaktu ditemukan
merupakan tempat bersarangnya tikus yang memangsa padi petani. Di tengah
Candi Tikus terdapat miniatur empat buah candi kecil yang dianggap melambangkan
Gunung Mahameru tempat para dewa bersemayam dan sumber segala kehidupan yang
diwujudkan dalam bentuk air mengalir dari pancuran-pancuran/jaladwara yang
terdapat di sepanjang kaki candi. Air ini dianggap sebagai air suci amrta,
yaitu sumber segala kehidupan. Situs candi ini digali pada tahun 1914 atas
perintah Bupati MojokertoKromodjojo Adinegoro. Karena banyak dijumpai
tikus pada sekitar reruntuhannya, situs ini kemudian dinamai Candi Tikus. Candi
ini dihubungkan dengan keterangan Mpu Prapanca dalam kitab Nagarakretagama,
bahwa ada tempat untuk mandi raja dan upacara-upacara tertentu yang
dilaksanakan di kolam-kolamnya.
Ø Sumber
1) https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF-8#q=lokasi+candi+tikus
2) https://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Tikus
3) http://ockym.blogspot.co.id/2015/03/daftar-candi-yang-ada-di-mojokerto.html
3) http://ockym.blogspot.co.id/2015/03/daftar-candi-yang-ada-di-mojokerto.html
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus